Evaluasi Penghapusan Kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan oleh DJSN

by -59 Views

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) akan mengevaluasi iuran Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan menggantikan kelas 1,2,3 BPJS Kesehatan. Ketua DJSN Agus Suprapto mengatakan, pihaknya akan melihat dari hasil evaluasi aktuaria untuk mencegah masalah keuangan di kemudian hari.

“Karena Pak Dirut tidak ingin repot masalah, soal keuangan tidak cukup. Jadi itu tetap bagian penting salah satunya hitungan aktuaria,” ujarnya di komisi IX DPR RI Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Selain itu, lanjutnya, evaluasi penentuan iuran diperlukan untuk menentukan iuran yang adil. “Kita tidak ingin JKN ini mengalami masalah dengan keuangan. Jadi itu membutuhkan evaluasi mendalam,” sebutnya.

Menurutnya, hingga saat ini terkait tarif belum dapat ditentukan. Nantinya ketentuan tarif akan mempertimbangkan kondisi sosial, hingga jumlah peserta.

“Belum, jadi belum ada. Karena naskah akademik kita terakhir itu 2022 tentu dinamika sosial yang ada sekarang dan kebijakan kenaikan tarif yang Permenkes kemarin berpengaruh besar, dinamika jumlah kepesertaan, segmennya mana saja itu bagian penting dari aktuaria,” pungkasnya.

Komisi IX DPR RI mendesak pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI untuk mengevaluasi kebijakan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades memandang, aturan tersebut perlu dikaji kembali oleh pihak terkait.

“Komisi IX DPR RI mendesak Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Rl untuk mengevaluasi Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan untuk memastikan kebijakan KRIS memenuhi amanat konstitusi dan prinsip sistem jaminan sosial nasional,” ujarnya di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (6/6).

Dalam rangka evaluasi Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024, Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan RI, DJSN, BPJS Kesehatan, dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan untuk mengkaji secara komprehensif terkait beberapa hal.

Di antaranya, kesiapan rumah sakit, implikasi KRIS terhadap manfaat layanan, tarif, iuran program JKN, kemampuan dan kemauan bayar peserta JKN, serta dampaknya terhadap Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.

“Hasil kajian disampaikan secara berkala kepada Komisi IX DPR RI setiap dua bulan,” sebutnya.

Selanjutnya, Komisi IX DPR RI mendesak Kementerian Kesehatan RI dan BPJS Kesehatan untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan RI dan Kementerian Sosial RI dalam mencari solusi bagi peserta JKN di kelas III yang tidak aktif dan terbukti tidak mampu.

Termasuk adanya pemutihan tunggakan dan memasukkan mereka ke dalam kategori Peserta Penerima Bantuan luran (PBI), demi memastikan bahwa setiap warga negara, terutama yang kurang mampu, tetap memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dan adil.

Kemudian, Komisi IX DPR RI juga mendesak Kementerian Kesehatan RI meningkatkan sistem pelayanan Kesehatan secara menyeluruh. Dalam hal ini, memastikan kecukupan sarana, prasarana, obat, alat kesehatan dan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan, sehingga ada peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta JKN.

Serta, mengintensifkan pengawasan dan pembinaan serta penindakan tegas kepada rumah sakit untuk meminimalisir adanya fraud dengan merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun Penanganan Kecurangan (Fraud) 2019 tentang Pencegahan dan terhadap Kecurangan serta Pengenaan Sanksi Administrasi (Fraud) dalam Pelaksanaan Kesehatan.

Terakhir, Komisi IX DPR RI mendesak BPJS Kesehatan RI untuk terus meningkatkan kualitas pelaksanaan program JKN. Dalam hal ini, secara kontinu mengevaluasi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) sebagai dasar untuk kredensialing fasilitas kesehatan dan penyedia layanan.

“I Mengintensifkan layanan kepesertaan, termasuk adanya mekanisme pengingat iuran, untuk menjaga keaktifan peserta dan meningkatkan jumlah peserta JKN demi meningkatkan cakupan dan keberlanjutan program JKN,” pungkasnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga diminta untuk segera mengeluarkan surat edaran tentang klaim obat kronis paliperidon palmitate untuk skizofrenia ke seluruh cabang BPJS Kesehatan sebagai dasar bagi rumah sakit memberikan pelayanan kepada pasien yang membutuhkan.