Sebanyak 12 tokoh antikorupsi dari berbagai bidang telah mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) dalam sidang praperadilan Nadiem Anwar Makarim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Salah satu sahabat pengadilan (amici) dan pegiat antikorupsi, Natalia Soebardjo, menyatakan bahwa beban pembuktian seharusnya diletakkan pada pihak termohon, yaitu penyidik, bukan pada pemohon. Amicus curiae memberikan pendapat untuk perkara hukum tanpa memihak dan tokoh antikorupsi meminta agar penyidik dapat menjelaskan alasan pemohon diduga sebagai pelaku tindak pidana selama proses praperadilan. Para tokoh ini menilai bahwa bukti yang digunakan untuk menetapkan tersangka terhadap pemohon tidak cukup kuat.
Menurut Natalia, tindakan penetapan tersangka harus didasarkan pada kecurigaan yang beralasan (reasonable suspicion), bukan hanya pada asumsi semata. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan proses hukum untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Amicus curiae diharapkan dapat mempercepat proses praperadilan agar lebih efektif dan lebih sederhana. Mereka menyoroti bahwa mekanisme pemeriksaan praperadilan harus mematuhi prinsip hukum pidana daripada hukum acara perdata.
Para tokoh antikorupsi yang mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan ini memiliki latar belakang dan pengalaman yang beragam, termasuk mantan pimpinan KPK, pegiat antikorupsi, peneliti, juri, penulis, aktivis, akademisi, dan advokat. Melibatkan para tokoh yang berpengalaman di bidang hukum dan antikorupsi diharapkan dapat memberikan perspektif yang komprehensif dan mendukung keberlangsungan proses praperadilan dengan baik.





