President Prabowo’s Diplomatic Success: IDR 800 Trillion in Investments

by -22 Views

Presiden Prabowo Subianto membuktikan hasil positif dari misi diplomasi yang dilakukannya ke berbagai negara. Kantor Komunikasi Presiden (PCO) mengungkapkan bahwa kunjungan diplomatik tersebut berhasil menandatangani sejumlah nota kesepahaman (MoU) dan komitmen investasi yang signifikan dari beberapa negara mitra. Dalam setahun sejak Prabowo menjabat, sudah ada 71 MoU dengan 13 negara dan komitmen investasi hampir mencapai IDR 800 triliun dari empat negara. Ini membuktikan ingin membuka akses ke pasar yang sebelumnya mungkin tidak dijadikan target oleh diplomasi ekonomi Indonesia.

Senior Expert di PCO, Philips J. Vermonte, menjelaskan hal ini dalam diskusi publik yang bertajuk “Hasil Kerja Keras Presiden Prabowo dalam Diplomasi di Panggung Global” yang diselenggarakan oleh Gerakan Milenial Pecinta Tanah Air (GEMPITA) di Jakarta. Philips mengutip masuknya Indonesia ke organisasi BRICS sebagai strategi perluasan pasar. Dia menegaskan bahwa keputusan tersebut adalah langkah strategis di tengah ketidakpastian global yang semakin menyempitkan ruang diplomasi dan keterlibatan ekonomi internasional.

Selain itu, Philips juga membantah tuduhan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS mencerminkan sikap anti-Barat atau anti-Amerika. Dia menjelaskan bahwa BRICS mencakup tiga ekonomi besar yang sangat penting dalam hubungan ekonomi dan diplomasi global: Rusia, China, dan India. Jadi, keputusan Indonesia untuk bergabung dinilai wajar dan sebagai langkah untuk memperkuat hubungan dengan kekuatan global utama, tanpa mengabaikan kondisi geopolitik saat ini.

Dia juga menunjukkan pencapaian diplomasi yang konkret, seperti penurunan tarif impor Amerika Serikat terhadap barang-barang Indonesia dari 32% menjadi 19%. Meskipun begitu, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menegaskan bahwa Indonesia terus berupaya untuk menurunkan tarif impor lebih lanjut. Indonesia saat ini memiliki tarif terendah di ASEAN yaitu 19%, yang merupakan yang terendah di antara negara-negara ASEAN lainnya.

Arif Havas juga mengimbau masyarakat untuk tidak terlalu bereaksi atau menggoreng isu tersebut. Dia mengingatkan bahwa keputusan dalam diplomasi perdagangan didasarkan pada kepentingan nasional, bukan emosi. Selain itu, dia juga menegaskan bahwa kebijakan luar negeri tidak boleh didasari oleh iri hati atau dendam. Semua kebijakan harus dilihat berdasarkan data yang akurat, bukan asumsi semata.

Source link