Impor LPG di Indonesia Masih Tinggi Menurut Anggota DPR
Menurut Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno, Indonesia masih mengimpor Liquefied Propane and Butane (LPG). Bahkan, impor tersebut digunakan untuk kebutuhan LPG subsidi 3 kilogram. Eddy menyoroti fakta bahwa sebagian besar LPG yang digunakan di Indonesia adalah impor, dengan 75% dari total LPG digunakan untuk keperluan memasak.
Selain itu, Eddy juga menunjukkan bahwa banyak dari LPG impor tersebut disalahgunakan oleh masyarakat yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk menerima subsidi, karena penyaluran subsidi kurang tepat sasaran. Dia menyarankan untuk memperluas jaringan distribusi gas ke perumahan-perumahan sebagai solusi untuk masalah ini.
Selain masalah impor LPG, Indonesia juga menghadapi defisit dalam bahan bakar gas atau liquefied natural gas (LNG) yang menjadi tantangan serius, terutama di tengah target pertumbuhan ekonomi yang ambisius. Eddy mengungkapkan bahwa banyak pelaku usaha di sektor manufaktur, terutama di Cilegon, saat ini menghadapi masalah defisit LNG. Mereka membutuhkan gas sebagai bahan baku, bukan hanya sebagai bahan bakar, sehingga kebutuhan gasnya sangat besar.
Defisit gas ini disebabkan oleh transisi para pelaku usaha dari menggunakan sumber energi fosil ke sumber energi terbarukan. Banyak pelaku usaha yang bertransisi ke gas sebagai sumber energi baru, namun infrastruktur gas di Indonesia masih belum cukup baik untuk menjamin pasokan yang cukup.
Eddy menambahkan bahwa kepastian pasokan bahan bakar, termasuk energi baru terbarukan, menjadi fokus utama bagi pelaku usaha. Namun, sumber gas di Indonesia terutama terdapat di daerah-daerah yang sulit dijangkau dan memerlukan investasi besar dalam hal waktu, biaya, dan teknologi. Infrastruktur gas di Indonesia juga masih perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan gas secara efisien.