Industri pakaian bayi dalam negeri mengalami tantangan besar akibat minimnya pesanan dari pasar lokal, terutama pasar-pasar besar seperti Mangga Dua di Jakarta. Hal ini terjadi karena daya saing industri lokal kalah dari barang impor yang lebih diminati oleh para pedagang. Pabina Pengurus Perkumpulan Pengusaha Pakaian dan Perlengkapan Bayi Indonesia (P4B), Roedy Irawan, mengungkapkan bahwa pesanan dari wilayah seperti Tanah Abang hingga Cipulir sudah sangat berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Situasi ini terjadi sejak beberapa tahun terakhir, terutama setelah terjadi lonjakan impor dari China yang membanjiri pasar domestik.
Pemerintah seharusnya bisa mengontrol besarnya impor saat ini karena produksi pabrik dalam negeri sudah menurun akibat tersedianya stok barang yang melimpah di pasaran. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ian Syarif, melihat ada faktor masif dari pameran pakaian bayi impor di Indonesia yang semakin menguat. Pengusaha dari China bahkan menjual barang secara langsung dengan harga per kilogram. Meskipun label bahasa Indonesia sudah diatur dalam aturan Permendag, namun di pasaran masih banyak ditemukan label dengan bahasa asing. Ini menyulitkan industri lokal yang terdampak oleh kehadiran barang impor yang tidak terkontrol.
Implikasi kompleks ini akan berdampak pada rantai pasok industri dalam negeri, mulai dari hulu hingga hilir. Dengan kebijakan pasokan dan permintaan yang tidak seimbang, banyak sektor seperti penjahit, garmen, pabrik, tekstil, dan produsen benang yang terancam. Diperlukan langkah tegas untuk mengendalikan masuknya barang impor yang merugikan industri lokal demi menjaga daya saing dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.