Sri Mulyani Berseri-Seri di Awal 2024, Berkat 3 Fakta Ini

by -93 Views

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tidak bisa menyembunyikan rasa bangga dan senangnya saat membagikan realisasi kinerja Anggaran dan Penerimaan Belanja Negara (APBN) 2023 pada Konferensi Pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023 di Jakarta, Selasa lalu (2/1/2024). Sesekali mantan petinggi Bank Dunia ini tersenyum tipis.

Dia mengakui bahwa situasi pada 2023 tidak mudah. Pelemahan ekonomi negara maju mempengaruhi dari sisi risiko dan hal ini semakin intens dengan adanya kondisi geopolitik yang tereskalasi.

“Alhamdulillah dengan risiko yang terjadi, kita masih mampu jaga stabilitas ekonomi dan APBN kita jadi bukan risikonya engak terjadi komoditas jatuh, geopolitik makin ruwet tapi kita bisa jaga ekonomi dan APBN kita,” papar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN 2023, dikutip Jumat (5/1/2024).

Menurut Sri Mulyani, kinerja APBN 2023 sangat positif dan ini menjadi ‘bekal’ yang baik untuk pelaksanaan APBN 2024 di tengah tensi geopolitik yang tampaknya belum akan menurun.

Adapun, kinerja positif APBN 2023 ditandai oleh tiga hal. Berikut ini, penjelasan lengkapnya:

1. Keseimbangan Primer Surplus Pertama Sejak 2012
Sri Mulyani menyampaikan keseimbangan primer APBN 2023 tercatat mengalami surplus. Padahal, Sri Mulyani mengatakan keseimbangan primer didesain defisit pada awalnya, yakni Rp 156,8 triliun. Target ini pun direvisi menjadi Rp 38,5 triliun.

“Namun, kita tutup ternyata surplus (keseimbangan primer) Rp 92,2 triliun. Ini adalah surplus keseimbangan primer pertama kali sejak 2012,” ujar Sri Mulyani.

Sebagai catatan, dibandingkan 2022, keseimbangan primer tercatat mengalami defisit Rp 74,1 triliun. “Ini turn aroundnya lebih dari Rp 166 triliun dalam satu tahun pembalikan dari negatif ke positif,” tambah Sri Mulyani.

Surplus keseimbangan primer ini sebenarnya sudah terbaca. Pasalnya, pada 12 Desember, posisi keseimbangan primer masih surplus Rp378,6 triliun.

Mantan Kepala Bappenas ini mengakui performa keseimbangan primer tahun lalu adalah pencapaian yang sangat luar biasa. Keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.

Jika total pendapatan negara lebih besar daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang maka keseimbangan primer akan positif, yang berarti masih tersedia dana yang cukup untuk membayar bunga utang.

Sebaliknya, jika total pendapatan negara lebih kecil daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang maka keseimbangan primer akan negatif, yang berarti sudah tidak tersedia dana untuk membayar bunga utang.

2. Defisit Terendah Sejak 2011
APBN 2023 mencatatkan defisit Rp 347,6 triliun atau 1,65% dari PDB. Defisit ini lebih rendah dari perkiraan awal Rp 508 triliun atau 2,84% dan revisinya pada tengah tahun, yakni Rp 479 triliun atau 2,27%.

Sri Mulyani menegaskan bahwa defisit APBN 2023 hanya sebesar Rp 347,6 triliun, jauh lebih rendah dari rancangan awal defisit APBN 2023 sebesar Rp 598,2 triliun dan turun 24,5% dari realisasi defisit 2022 sebesar Rp 460,4 triliun.

“Dibanding 2022 yang defisit Rp 460 triliun, ini jauh lebih rendah, jadi dari persentase GDP (gross domestic bruto) maupun nominal jauh lebih rendah,” kata Sri Mulyani.

Namun, tidak hanya lebih rendah dari tahun sebelumnya. Besaran defisit itu pun menurut Isa menjadi yang terendah sejak 2011 karena persentase defisit terhadap PDB kala itu sebesar 1,14% dengan nominal sebesar Rp 84,4 triliun.

“Sebelumnya yang terendah pada 2011 sebesar 1,14%,” kata Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata.

3. Penarikan Utang ‘Drop’
Realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pembiayaan utang dapat diturunkan dari semula target pembiayaan utang Rp696,3 triliun dalam APBN 2023 dan Rp421,2 triliun dalam Perpres 75/2023 menjadi hanya terealisasi Rp407 triliun. Selain itu pembiayaan utang juga dilaksanakan dengan prudent dan mampu menjaga efisiensi biaya utang.

“Pembiayaan utang tadinya direncanakan Rp696,3 triliun (target APBN 2023), di dalam Perpres 75/2023 kita revisi ke bawah ke Rp421,2 triliun, realisasinya Rp407 triliun,” ungkap Sri Mulyani.

Realisasi pembiayaan utang ini jauh menurun dibandingkan dengan tahun 2022. Tercatat pada tahun lalu, pembiayaan utang mencapai Rp696 triliun. Artinya, realisasi pembiayaan utang tahun 2023 turun 41,5% dibandingkan tahun 2022.

“Pembiayaan turun drop 41,5%. Ini berarti kita hanya merealisir 58,4% dari APBN awal atau 96,6% dari Perpres 75,” katanyq.

Dari jumlah realisasi pembiayaan utang, sebesar Rp308,7 triliun berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) Neto dan Rp98,2 triliun berasal dari pinjaman. Dalam APBN 2023 awal, pembiayaan dari SBN ini didesain mencapai Rp712,9 triliun. Pada tahun 2022, penerbitan SBN mencapai Rp658,8 triliun.

“Jadi dalam hal ini APBN 2023 ditutup dengan kontraksi atau turun secara drastis. Penerbitan SBN neto sebesar 53% dropnya,” tutup Sri Mulyani.