Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan, mengungkapkan bahwa akar dari demonstrasi besar yang terjadi pada akhir Agustus lalu adalah tekanan ekonomi yang berkepanjangan akibat kesalahan dalam kebijakan fiskal dan moneter. Menurutnya, lambannya pemerintah dalam membelanjakan anggaran telah menyebabkan likuiditas uang menjadi kering di Indonesia. Pada periode Covid-19 sekitar 2021-2022, likuiditas perekonomian sempat meningkat setelah pemerintah membelanjakan uangnya yang sebelumnya tersimpan di Bank Indonesia. Hal ini berhasil menyelamatkan ekonomi Indonesia dari kontraksi menjadi tumbuh sekitar 5%.
Namun, pada tahun 2023, sebelum ekonomi pulih sepenuhnya, Bank Indonesia dan pemerintah justru mengetatkan likuiditas perekonomian dengan memperketat kondisi moneter. Hal ini menyebabkan ekonomi melambat secara signifikan dan sektor riil mengalami kesulitan. Purbaya juga menyoroti bahwa kebijakan yang dilakukan oleh otoritas fiskal dan moneter tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama seperti saat krisis 1998, namun likuiditas perekonomian tetap menjadi masalah karena kebijakan yang dilakukan tidak tepat.
Purbaya juga menekankan bahwa mayoritas perekonomian Indonesia didorong oleh konsumsi domestik, bukan oleh tekanan ekonomi global. Meskipun optimistis pada awal tahun 2025, namun kebijakan yang diterapkan pada masa tersebut tidak mampu membantu pulihnya likuiditas perekonomian secara efektif. Pemerintah dan Bank Indonesia masih terlambat dalam membelanjakan APBN dan kebijakan likuiditas yang diterapkan tidak memadai. Dengan demikian, kondisi ekonomi Indonesia masih memerlukan perbaikan yang lebih mendalam untuk pulih sepenuhnya.