Indonesia, sebagai negara geografis yang berada di zona pergerakan lempeng, memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap bencana tektonik dan vulkanik. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia memiliki dua segmen Megathrust yang diperkirakan akan bergerak dalam waktu dekat, yaitu Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Kedua zona tersebut telah lama tidak mengalami gempa selama berabad-abad dan memiliki frekuensi pergerakan yang berbeda dengan gempa lainnya. Gempa M5,2 yang terjadi di Nias Barat menjadi bukti dari pergerakan tersebut.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menjelaskan bahwa gempa tersebut terkait dengan Megathrust Mentawai-Siberut. Selain itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga mengingatkan terhadap wilayah selatan Jawa Barat hingga Selat Sunda sebagai zona megathrust potensial yang dapat menyebabkan gempa besar hingga M8,7. Peneliti BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, memperingatkan bahwa pelepasan energi ini tidak hanya dapat memicu guncangan kuat, tetapi juga tsunami besar.
Masyarakat diharapkan untuk selalu waspada terhadap potensi bencana alam ini, meskipun tidak dapat dipastikan kapan akan terjadi. BMKG telah melakukan langkah-langkah mitigasi dengan menempatkan sensor peringatan, memberikan edukasi kepada masyarakat, dan melakukan simulasi untuk mengantisipasi warga yang berada di zona buta atau blind zone. BMKG juga memberikan petunjuk aksi untuk menghindari bahaya saat gempa, yaitu DROP-COVER-HOLD ON sebagai langkah mitigasi yang bisa dilakukan untuk melindungi diri.
Meskipun blind zone tidak dapat dihindari, BMKG terus berupaya membangun sistem peringatan dini gempa bumi yang lebih baik. INA-EEWS merupakan salah satunya, yang mengintegrasikan 222 sensor untuk memberikan informasi potensi gempa 20 detik sebelum guncangan terjadi. Dengan bantuan sistem ini, diharapkan masyarakat bisa lebih siap dalam menghadapi potensi bencana gempa bumi yang mengancam keselamatan mereka.
