Musim panas tahun ini di Jepang dan Korea Selatan mencatatkan rekor panas tertinggi sejak pengumpulan data dimulai, menandakan dampak yang semakin meningkat akibat perubahan iklim yang menyebabkan pola cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia. Di Jepang, Badan Meteorologi melaporkan suhu rata-rata selama Juni-Agustus 2025 mencapai 2,36°C di atas nilai standar, menjadi tahun ketiga berturut-turut dengan suhu musim panas terpanas. Sementara itu, Korea Selatan mencatat suhu rata-rata musim panas sebesar 25,7°C, tertinggi sejak pencatatan dimulai pada tahun 1973.
Dampak panas ekstrem ini terasa langsung pada kesehatan masyarakat, dengan ribuan orang di Jepang harus dirawat di rumah sakit akibat dampak gelombang panas. Tak hanya itu, fenomena iklim ekstrim juga memengaruhi lingkungan sekitar, seperti mekar tidak teratur bunga sakura di Jepang dan tutup salju Gunung Fuji yang muncul paling lambat dalam sejarah. Di Korea Selatan, Kota Gangneung menghadapi bencana nasional akibat kekeringan berkepanjangan, memaksa otoritas untuk mematikan sebagian meteran air ledeng rumah tangga.
Para ilmuwan dan Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) menegaskan bahwa gelombang panas ini akan semakin intens dan sering terjadi akibat perubahan iklim yang dipicu oleh aktivitas manusia. Pemanasan global mendapatkan perhatian khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memperingatkan bahwa lonjakan suhu global dapat menekan produktivitas tenaga kerja jika tidak segera ditangani. Seluruh data dan fakta tersebut menunjukkan urgensi untuk lebih serius mengatasi perubahan iklim demi keberlangsungan kehidupan di bumi.
