Puluhan ribu warga Kabupaten Pati, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, menggelar protes pada Rabu (13/8) lalu. Mereka menuntut Bupati Sudewo untuk mundur dari jabatannya akibat kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Meskipun aksi tersebut sempat memanas dan mengalami kerusuhan, Sudewo tetap menegaskan bahwa dia tidak akan mengundurkan diri. Bupati Sudewo menyebut keputusannya sebagai bentuk legalitas dan mengikuti mekanisme demokrasi, karena dia terpilih melalui proses pemilihan oleh masyarakat.
Di tengah tekanan massa, Bupati Sudewo kemudian meminta maaf kepada warga namun tetap menolak untuk mundur dari jabatannya. Ia menjelaskan bahwa pemilihannya sebagai bupati berdasar konstitusi, sehingga tidak bisa dilepaskan hanya karena tuntutan massa. Sudewo menganggap peristiwa ini sebagai pembelajaran berharga, terutama karena masa jabatannya belum lama. Ia berjanji untuk memperbaiki kebijakan yang menuai kontroversi.
DPRD Pati merespons tuntutan masyarakat dengan membentuk pansus pemakzulan atau hak angket terhadap Bupati Sudewo. Mereka akan meneliti apakah kebijakan yang diambil Sudewo sesuai dengan hukum dan integritasnya. Jika terbukti adanya pelanggaran, usulan pemakzulan akan diajukan melalui proses resmi hingga ke Mahkamah Agung. Bupati Sudewo siap menghormati proses formal yang dijalankan DPRD.
Protes massal oleh Masyarakat Pati menunjukkan ketidakpuasan terhadap kebijakan pajak dan keputusan pemerintahan yang dianggap kurang partisipatif. Penolakan Bupati Sudewo untuk mundur dengan alasan legitimasi konstitusional adalah titik balik penting dalam pemerintahan daerah. Keputusan DPRD Pati membentuk pansus akan menentukan arah proses politik selanjutnya, apakah akan berujung pada pemakzulan atau penyelesaian internal di pemerintahan daerah.