MBG Program’s Economic Impact: 94,000 Jobs Boosted

by -27 Views

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) telah terbukti memberikan manfaat lebih dari sekadar nutrisi bagi para siswa, ibu hamil, dan balita. Program ini juga menciptakan dampak ekonomi yang signifikan. Dalam tempo tujuh bulan pelaksanaan, program ini secara langsung menciptakan lapangan kerja bagi 94.000 individu, tersebar di 2.391 Unit Layanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia.

Angka penyerapan tenaga kerja meningkat seiring dengan ekspansi unit SPPG di berbagai wilayah. Mulai dari 7.000 pekerja pada bulan Januari, angka tersebut naik menjadi 68.000 pada bulan April, kemudian mencapai 72.000 menjelang Juni, dan melonjak signifikan menjadi 94.000 pada akhir Juli. Penyerapan anggaran juga meningkat sejalan dengan itu. Sejumlah perkiraan IDR 1–2 triliun disalurkan selama fase awal program (Januari–April), yang tumbuh menjadi IDR 4.4 triliun pada awal Juni, dan mencapai IDR 5.1 triliun pada akhir semester pertama tahun 2025—setara dengan 7.1% dari total alokasi IDR 71 triliun yang dialokasikan untuk program tersebut.

Menurut Fithra Faisal, Penasihat Senior di Kantor Komunikasi Presiden (KPC), program MBG telah memiliki dampak yang signifikan pada ekonomi riil, terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja. “Inisiatif ini membuka peluang ekonomi baru bagi komunitas lokal,” kata Fithra di Jakarta, Kamis (31 Juli).

Dia menambahkan bahwa penciptaan lapangan kerja diharapkan akan meningkat pada paruh kedua tahun ini, seiring dengan percepatan penyaluran anggaran. Semakin banyak unit SPPG didirikan dan semakin banyak penerima manfaat yang dilayani, semakin besar penyerapan fiskal dan potensi lapangan kerja.

Badan Gizi Nasional (BGN) memproyeksikan bahwa pada bulan Agustus, Program MBG akan mencapai 20 juta penerima manfaat melalui 8.000 unit SPPG yang beroperasi. Berdasarkan proyeksi ini, penyerapan anggaran total diperkirakan akan mencapai IDR 8 triliun.

Untuk mendukung inklusi tenaga kerja lebih lanjut, BGN berencana merekrut staf dapur SPPG dari keluarga yang tinggal dalam kemiskinan ekstrem dan kelompok berpendapatan rendah (desil 1 dan 2). Dari 47 anggota staf yang biasanya bekerja per SPPG, paling tidak 30% akan berasal dari rumah tangga yang rentan secara ekonomi.

Fithra melihat hal ini sebagai langkah strategis untuk membantu mengurangi kemiskinan ekstrem. “Kebijakan ini memperkuat kapasitas operasional program, terutama dalam logistik dan manajemen, sambil secara bersamaan memberdayakan komunitas berpendapatan rendah,” demikian Fithra menyimpulkan.

Source link