Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa penurunan tarif bea masuk menjadi 0% untuk produk Amerika Serikat (AS) yang diimpor ke Indonesia dapat memberikan dampak positif terhadap harga minyak, gas, dan pangan di dalam negeri. Hal ini disampaikannya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Senin lalu.
Awalnya, tarif resiprokal antara Indonesia dan AS adalah sebesar 32%, namun melalui beberapa tahap negosiasi, tarif tersebut berhasil diturunkan menjadi 19%. Penurunan tarif ekspor Indonesia ke AS diharapkan dapat memberikan dorongan positif bagi sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furniture, sementara impor dengan tarif 0% juga diharapkan dapat membuat harga komoditas AS menjadi lebih murah.
Presiden AS Donald Trump sendiri menginstruksikan Indonesia untuk membuka kran impor energi yang lebih besar sebagai bagian dari kesepakatan tarif baru. Dalam kesepakatan tersebut, Indonesia setuju untuk mengimpor produk energi dari AS senilai US$15 miliar atau sekitar Rp 244 triliun. Hal ini berkaitan dengan lonjakan permintaan energi primer di Indonesia yang terus meningkat dalam dekade terakhir.
Indonesia masih mengimpor sekitar 236.000 barel minyak mentah per hari untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak, dengan AS mulai menggeser peran pemasok tradisional sebelumnya. Dengan adanya kesepakatan tarif baru, impor energi Indonesia dari AS diperkirakan akan mengalami peningkatan signifikan, terutama untuk kebutuhan minyak mentah, LNG, batu bara metalurgi, hydrocarbon gas liquids, dan kebutuhan energi lainnya.
Dengan adanya kerja sama baru dalam sektor energi antara Indonesia dan AS, diharapkan bahwa pasokan energi yang lebih stabil dan alternative akan terjamin, serta dapat memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi kedua negara.