Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih dianggap belum cukup kuat sebagai bantalan di tengah pelemahan ekonomi Tanah Air. Meskipun telah diberikan sejumlah stimulus sejak awal tahun, menurut Peneliti Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS), Riandy Laksono, APBN masih belum sempurna dalam menyerap dampak perlambatan ekonomi. Bahkan, efisiensi anggaran hingga Rp 300 triliun dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi.
Riandy menekankan pentingnya menormalisasi kembali belanja negara tanpa perlu melakukan efisiensi. Hal ini diyakini dapat mendorong sektor-sektor terdampak dari kebijakan efisiensi yang mengalami penundaan proyek infrastruktur, seperti sektor perhotelan dan industri padat karya. Dengan kembalinya belanja pemerintah ke sektor-sektor tersebut, daya beli masyarakat diperkirakan juga akan meningkat.
Menormalisasi belanja negara dianggap dapat menjadi insentif fiskal baru, meskipun tidak dalam bentuk langsung dan terarah. Hal ini diharapkan dapat memberikan dorongan pada sektor-sektor yang terdampak, serta meningkatkan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Langkah ini diharapkan dapat membantu menguatkan ekonomi dalam menghadapi perlambatan yang terjadi.