Permukaan air laut yang semakin naik akibat perubahan iklim bukan lagi ancaman di masa depan, melainkan telah menjadi kenyataan yang terasa. Dampak dari fenomena ini mulai terasa melalui banjir yang semakin sering terjadi dan erosi garis pantai. Jakarta, salah satu kota besar dunia, terancam tenggelam akibat kenaikan permukaan air laut yang diperkirakan akan mencapai 3 hingga 6 kaki (sekitar 0,9-1,8 meter) pada tahun 2100. Pencairan es di kutub akibat pemanasan global menjadi penyebab utamanya dan mengancam ratusan juta orang di wilayah pesisir yang padat penduduk.
Menurut laporan dari Sciencing, terdapat 10 kota besar lainnya di dunia yang diprediksi bakal terendam, termasuk Jakarta. Banjir yang semakin sering terjadi menjadi pertanda awal bencana, seperti yang terjadi di awal Maret 2025 di sejumlah wilayah Jabodetabek dan Jawa, dengan Bekasi mengalami kondisi terparah dalam satu dekade terakhir. Dengan kenaikan sekitar 17 cm per tahun, Jakarta rentan tenggelam akibat faktor geografisnya yang berupa dataran rendah bekas rawa dan posisinya yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa. Bencana banjir besar pada tahun 2007 bahkan menewaskan 80 orang dan menyebabkan kerugian besar.
Selain Jakarta, ada sembilan kota besar lainnya yang juga terancam tenggelam, seperti Alexandria di Mesir, Miami di AS, Lagos di Nigeria, Dhaka di Bangladesh, Yangon di Myanmar, Bangkok di Thailand, Kolkata di India, Manila di Filipina, dan Guangdong-Hong Kong-Makau di China. Semua kota ini menghadapi risiko yang serupa dan harus menghadapi konsekuensi dari kenaikan permukaan air laut yang tidak terelakkan. Masing-masing kota memiliki populasi yang tinggi dan rentan terhadap bencana banjir akibat perubahan iklim global. Mulai dari proses perencanaan hingga pelaksanaan tindakan adaptasi yang diperlukan menjadi hal krusial dalam menghadapi ancaman ini.