Menteri Perdagangan Indonesia, Budi Santoso, menggenjot ekspor furnitur dengan melakukan efisiensi regulasi terhadap aturan yang dianggap tidak perlu. Salah satunya adalah dengan menghapus persyaratan wajib dokumen V-Legal khusus untuk ekspor furnitur dan kerajinan. Tujuan dari langkah ini adalah membuat persyaratan V-Legal atau lisensi ekspor kayu tidak wajib, namun hanya diperlukan untuk negara tertentu seperti Uni Eropa dan Inggris. Mendag Budi Santoso juga sudah berkomunikasi dengan Kementerian Kehutanan terkait hal ini.
Menurut Mendag, SVLK wajib untuk produk kayu yang diekspor ke Uni Eropa dan Inggris, namun hanya khusus untuk produk furnitur dan kerajinan. Sementara untuk produk kayu seperti balok kayu, tetap mempertahankan SVLK. Persyaratan ini diharapkan dapat menghilangkan beban administratif yang tidak proporsional bagi industri mebel dan kerajinan, sekaligus memastikan legalitas dan keterlacakannya. Penjagaan terhadap keberlanjutan ekosistem juga menjadi fokus penting, tanpa meninggalkan aspek kesejahteraan masyarakat.
Data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan HIMKI menunjukkan bahwa nilai ekspor furnitur Indonesia mencapai US$2,5 miliar pada tahun 2024 dan US$2,46 miliar pada 2023. HIMKI sendiri telah mengajukan rekomendasi deregulasi terhadap SVLK dan V-Legal untuk industri hilir, dengan tujuan mengurangi beban administratif yang tidak proporsional. Kedepannya, Indonesia berharap dapat meningkatkan nilai ekspor mebel hingga mencapai 5 miliar dolar AS, sementara negara seperti Vietnam sudah mencapai 17 miliar dolar AS dalam hal ini. Upaya ini sejalan dengan relokasi pabrik dari China yang semakin masif, membawa potensi besar bagi industri mebel Indonesia.