Ketegangan geopolitik global yang terus meningkat memicu perdebatan tajam dalam pertemuan para menteri luar negeri negara anggota NATO di Antalya, Turki. Diskusi utama diantaranya adalah usulan Amerika Serikat untuk meningkatkan belanja pertahanan di tengah kekhawatiran akan ancaman yang berasal dari Rusia, terorisme, dan pengaruh militer China. Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, menekankan perlunya langkah cepat untuk meningkatkan investasi pertahanan sebagai respons terhadap perubahan ancaman global. Ia menyoroti potensi Rusia dalam membangun kembali kekuatan militernya dalam jangka waktu tiga hingga lima tahun pasca perang di Ukraina.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, juga mengusulkan peningkatan belanja pertahanan dengan mengalokasikan hingga 5% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2032. Usulan ini mencakup 3,5% untuk belanja militer inti dan 1,5% tambahan untuk infrastruktur pendukung. Marco Rubio mengingatkan bahwa kekuatan aliansi NATO hanya sekuat mata rantai terlemahnya, sehingga investasi ini krusial untuk membangun kemampuan pertahanan abad ke-21.
Pengaturan standar NATO saat ini sebesar 2%, namun hanya 22 negara anggota yang memenuhi target tersebut. Dengan desakan baru dari Amerika Serikat, negara-negara tertinggal seperti Belgia, Kanada, Italia, dan Spanyol diingatkan untuk segera bertindak. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, diyakini akan memberikan tekanan kuat kepada sekutu untuk memberikan komitmen nyata dalam peningkatan belanja militer. Selain itu, NATO juga membahas arah geopolitik yang lebih luas termasuk pembicaraan antara Rusia dan Ukraina serta bagaimana pemerintahan Trump akan fokus pada China. Pada akhirnya, diskusi ini juga diperkaya dengan pertemuan bilateral antara Marco Rubio dan Menteri Luar Negeri Suriah, Assad al-Shaibani, menandakan kembalinya Damaskus dalam upaya diplomasi regional serta meningkatnya perhatian terhadap keamanan global yang meluas.