Presiden Amerika Serikat, Donald Trump memberlakukan tarif impor dasar sebesar 10% kepada semua negara mitra dagang AS. Kebijakan ini juga diikuti dengan penerapan tarif impor resiprokal yang tinggi bagi beberapa negara, termasuk China dengan 145% dan Indonesia dengan 32%. Dampak dari kebijakan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian dalam ekonomi global. Mantan Menteri Keuangan era Presiden SBY, Chatib Basri, mengingatkan pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan momentum krisis saat ini. Dia mendorong Indonesia untuk mengambil pendekatan berani yang pernah dilakukan pada tahun 1980-an, khususnya pada masa Orde Baru. Chatib menekankan pentingnya reformasi ekonomi dengan melakukan devaluasi pada tahun 1986 dan deregulasi ekonomi untuk memotong biaya ekonomi. Ia juga memberikan apresiasi kepada beberapa keputusan Presiden RI, Prabowo Subianto, yang telah melakukan kebijakan deregulasi ekonomi yang dinilai bisa membantu perekonomian dalam negeri. Chatib juga menyoroti pentingnya menjaga daya beli masyarakat dalam proses pemulihan ekonomi. Belanja masyarakat akan mendorong kenaikan permintaan, yang pada gilirannya akan memicu dunia usaha untuk mulai memproduksi dan menyerap tenaga kerja. Fiscal policy dianggap sangat penting dalam konteks ini. Saat masyarakat melakukan pengeluaran (spend), permintaan akan naik, yang akan mendorong dunia usaha untuk merespons dengan menghasilkan dan mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja. Video mengenai “Awas! Great Depression Bisa Terulang Efek Perang Tarif AS-China” juga memberikan gambaran yang berguna terkait isu ini. Tetap di artikel selanjutnya untuk informasi terkait upaya Prabowo dalam membawa fungsi Bulog ke era Soeharto. Sumber: CNBC Indonesia.
Cara Chatib Basri Hadapi Trump: Saran Ikut Orde Baru
