Donald Trump, presiden terpilih Amerika Serikat (AS), akan segera dilantik sebagai kepala negara. Dikenal sebagai sosok kontroversial dengan kebijakan ekonomi radikal, Trump menjadi sorotan utama. Tahun 2025 diprediksi akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian global. IMF memproyeksikan pertumbuhan stabil sebesar 3,2%, sedangkan Bank Dunia lebih pesimis dengan proyeksi sebesar 2,7%. Perpaduan inflasi, suku bunga, dan tarif perdagangan akan memengaruhi ekonomi di masa depan.
Ketika Federal Reserve AS memotong suku bunga untuk ketiga kalinya sebelum Natal, pasar saham menunjukkan penurunan tajam setelah Jerome Powell memberikan pernyataan tentang tidak adanya pemotongan suku bunga tambahan di tahun 2025. Inflasi yang meningkat di AS, zona euro, dan Inggris tetap menjadi perhatian, di tengah pelambatan kenaikan harga.
Kebijakan perdagangan Trump yang mengancam memberlakukan tarif baru terhadap negara-negara mitra dagang utama seperti China, Kanada, dan Meksiko hingga 60% telah menambah ketidakpastian global. Meski kritik terhadap kebijakan tarif baru tersebut berkembang, Trump melihatnya sebagai cara untuk melindungi industri dalam negeri AS dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dampak dari kebijakan tariff Trump dapat berdampak global, terutama terhadap negara-negara yang sangat bergantung pada perdagangan dengan AS. Bank Dunia mengkhawatirkan ketegangan perdagangan antar negara besar akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2025. Peningkatan tarif AS bahkan sebesar 10% dapat merugikan ekonomi negara-negara tersebut.
Dengan potensi ketegangan perdagangan yang semakin meningkat, Bank Dunia memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global akan mengalami penurunan pada tahun 2025. Standar hidup juga diprediksi tidak akan meningkat secepat sebelum pandemi. Sebagai importir terbesar di dunia, AS dan negara-negara lain harus siap menghadapi konsekuensi dari kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh Trump.