Masyarakat Indonesia bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Awalnya, pemerintah menyatakan bahwa hanya barang-barang mewah yang akan terdampak PPN 12%, namun Kementerian Keuangan kemudian menjelaskan bahwa semua barang yang sebelumnya dikenakan PPN 11% akan naik menjadi 12% pada tahun depan. Salah satu transaksi yang akan dikenai PPN 12% adalah uang elektronik dan dompet digital (e-wallet), sesuai konfirmasi dari Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.
Jasa transaksi uang elektronik dan e-wallet sudah lama menjadi objek pajak sejak PPN masih 11%, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Meskipun tarif PPN naik menjadi 12%, pengenaan pajak dilakukan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital, bukan pada nilai pengisian uang, saldo, atau nilai transaksi jual-beli.
PPN, atau Value Added Tax (VAT), adalah pajak tidak langsung yang harus disetor oleh pedagang yang bukan penanggung pajak, dan bukan oleh konsumen akhir. Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% akan berdampak pada biaya transaksi di dompet digital atau e-wallet, termasuk pembayaran dengan Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS). Untuk memahami dampak kenaikan tarif PPN, Ditjen Pajak telah menyediakan simulasi pembayaran. Sebagai contoh, jika seseorang mengisi ulang uang elektronik sebesar Rp1.000.000 dengan biaya top up Rp1.500, PPN sebesar 11% adalah Rp165, sedangkan PPN sebesar 12% menjadi Rp180. Jadi, kenaikan tarif PPN sebesar 1% hanya menyebabkan kenaikan PPN sebesar Rp15.
Ditjen Pajak menjelaskan bahwa jumlah PPN yang dibayar tetap sama tidak peduli berapa jumlah nominal transaksi, selama jasa layanan yang ditawarkan oleh provider tetap sama. Kenaikan PPN 12% diharapkan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat tentang bagaimana pajak diterapkan pada transaksi uang elektronik dan e-wallet.
