Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui bahwa iklim investasi di Indonesia terlalu ‘kaku’ untuk bisa menggaet investor sektor minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Oleh karena itu, sekarang pihaknya tengah merapikan ketentuan-ketentuan yang bisa menarik investor migas dalam hal ini Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk semakin tertarik berinvestasi di Indonesia.
“Sekarang ini kita tuh rapikan dulu yang di dalam. gak boleh terlalu kaku. Dalam melakukan apa, kita harus realistis,” jelas Arifin saat diminta tanggapannya perihal investor minyak yang lebih tertarik untuk berinvestasi di Afrika dibandingkan di Indonesia, ditemui di Lapangan Minyak Banyu Urip Infil Clastic, Jumat (9/8/2024).
Karena aturan terlalu kaku, Arifin menilai, daya tarik investasi di Indonesia menjadi berkurang. Kelak, skema investasi migas dalam negeri akan lebih fleksibel tergantung dengan tingkat kesulitan lapangan minyak yang ada di Tanah Air.
“Jangan menerapkan secara lurus. Nah itu yang menyebabkan daya tariknya tuh jadi berkurang. Kita lebih bagus tuh fleksibel. Mana yang bisa, mana yang ini. Jadi tergantung dari tingkat kemudahan kesulitan lapangannya,” tutupnya.
Asal tahu saja, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) berharap revisi Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dapat segera diselesaikan. Sebab, kepastian berusaha menjadi hal yang ditunggu para investor.
Sebelumnya, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi D. Suryodipuro mengatakan, pihaknya mendorong percepatan penyelesaian RUU Migas. Hal tersebut merespons banyaknya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas yang lebih tertarik berinvestasi di Afrika, daripada Indonesia.
Menurut Hudi, berdasarkan hasil survei selama ini, rendahnya iklim investasi hulu migas di Indonesia disebabkan oleh masalah kepastian hukum.
“Itu makanya saya ingin apa yang disampaikan oleh Pak Menteri, kebutuhan terkait dengan RUU Migas itu segera disahkan, karena itu akan memberikan kepastian hukum. Masalah nanti kita bicara apakah itu tax and royalty, ya itu kan it’s a matter of fiscal terms, ya itu kan pasti ada evaluasinya dari pihak pemerintah,” kata Hudi di Jakarta, Rabu (7/8/2024).
Hudi menilai, pemerintah mempunyai kepentingan bagaimana menarik minat para investor, sehingga nantinya dapat berdampak pada peningkatan produksi minyak nasional. Di sisi lain, dalam menjalankan operasinya, investor juga perlu insentif yang menguntungkan mereka.
“Nah, bagaimana kita menyelaraskan kedua kepentingan itu, itu yang menjadi, begitu you hit the sweet spot, itu yang akan menjadi the right fiscal terms untuk lapangan-lapangan tersebut,” katanya.