Jakarta, CNBC Indonesia – Sanksi baru terhadap Rusia telah membantu memperkuat peran yuan China sebagai pengganti dolar yang menjadi mata uang Barat. Hal ini disampaikan sebuah lembaga pemikir Carnegie Russia Eurasia Center.
Menurut laporan mereka, yuan China akan mengambil alih posisi mata uang perdagangan utama Rusia ‘sekali dan selamanya’. Ini di tengah sanksi Amerika Serikat (AS) yang semakin ketat.
“Masih ada jalan panjang yang harus ditempuh sebelum ada ancaman nyata terhadap dominasi dolar, tetapi tren menuju fragmentasi sistem keuangan global tidak dapat dibalikkan sekarang,” tulis Alexandra Prokopenko, seorang rekan di Carnegie Russia Eurasia Center, seperti dikutip Business Insider, Senin (24/6/2024).
Komentar tersebut muncul saat serangkaian sanksi AS baru diumumkan awal bulan ini, yang dimaksudkan untuk memberikan tekanan luas pada jalur keuangan Moskow yang tersisa. Di antara targetnya adalah Bursa Moskow, dan entitas besar lain yang memfasilitasi transaksi mata uang.
Secara keseluruhan, hal ini kemungkinan akan memperburuk volatilitas rubel, dan membuat penggunaannya dalam perdagangan luar negeri menjadi lebih rumit. Sebagai gantinya, kata Prokopenko, mata uang yang lebih stabil akan diuntungkan.
“Sanksi baru tersebut mengubah yuan menjadi mata uang utama perdagangan dan penyelesaian valuta asing di Rusia untuk selamanya,” prediksinya.
“Pada bulan Mei, pangsa yuan dalam perdagangan valuta asing sekali lagi mencapai rekor baru, mencapai 53,6%. Pangsanya di pasar over-the-counter adalah 39,2%,” katanya.
“Meskipun pembatasan AS yang baru mengancam sanksi sekunder terhadap lembaga asing yang memfasilitasi hubungan keuangan dengan Rusia, hal ini kemungkinan tidak akan menghapuskan perdagangan yuan,” tambah Prokopenko.
Tentu saja, sementara China menjauh dari entitas yang dikenai sanksi, tempat mereka kemungkinan akan diisi oleh lembaga yang dibentuk secara eksklusif untuk beroperasi dengan Rusia. Jika tidak, perantara pertukaran baru mungkin akan muncul.
“Baik Moskow maupun Beijing telah menunjukkan bahwa mereka mampu beradaptasi dengan sanksi yang terus berkembang. Ketika bank-bank terkemuka China berhenti berurusan dengan klien Rusia karena ancaman sanksi sekunder, bank-bank regional melangkah maju untuk menggantikan mereka,” katanya.
“Skema dengan banyak perantara dari tempat-tempat seperti Kazakhstan dan UEA juga mulai digunakan secara lebih aktif, dan perusahaan-perusahaan mulai menggunakan mata uang kripto dalam pembayaran,” tambahnya lagi.
Meskipun paket sanksi tersebut pasti akan menimbulkan kesulitan finansial bagi Kremlin, Prokopenko berpendapat bahwa penerapannya seharusnya dilakukan bertahun-tahun sebelumnya agar paling efektif. Sejak 2022, Rusia telah memiliki waktu untuk membuat infrastruktur untuk menghindari sanksi, dan sistem pembayaran baru telah dikembangkan yang membatasi kebutuhan akan dolar dan euro.