Rumah Subsidi Berubah Menjadi Rumah Hantu Karena Wajib Ikut Tapera

by -95 Views
Rumah Subsidi Berubah Menjadi Rumah Hantu Karena Wajib Ikut Tapera

Jakarta, CNBC Indonesia – Barisan rumah di Villa Kencana Cikarang, Jawa Barat terlihat terlantar, kosong, dan tidak berpenghuni. Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia, pada Senin (6/10/2024) di RT 04/13, dari sekitar 176 unit rumah yang telah dibangun, terdapat 52 unit yang kosong.

Merujuk pada catatan detik, perumahan ini dibangun khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2016. Jokowi kemudian meresmikan perumahan ini pada tahun 2017, dengan total sebanyak 8.749 unit pada saat itu.

Pada awal program rumah murah diluncurkan, kalangan MBR dapat memiliki rumah tapak dengan uang muka (down payment/DP) sekitar Rp 1,12 juta dan cicilan bulanan sekitar Rp 750-900 ribu. Untuk mendapatkan KPR, masyarakat cukup membayar DP sebesar 1% dan bunga cicilan tetap sebesar 5% hingga 20 tahun.

Meskipun demikian, dari segi akses, perumahan ini tidak terpencil. Akses ke Stasiun KRL Cikarang dapat ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit dengan angkot, atau sekitar 15 menit dengan sepeda motor. Selain itu, lokasi perumahan ini juga tidak rawan banjir.

Namun, saat ini rumah-rumah di perumahan tersebut tidak dihuni, terbengkalai, dan tidak terawat. Bahkan, beberapa di antaranya ditandai dengan tulisan “over kredit”. Kondisi ini menjadi ironis mengingat masalah backlog perumahan di Indonesia yang menjadi sorotan Presiden Jokowi.

Seperti yang diketahui, Presiden Jokowi telah menetapkan aturan baru yang mewajibkan pemotongan gaji karyawan sebesar 2,5% setiap bulannya untuk tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hal ini diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2024 tentang perubahan atas PP No 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebutkan bahwa langkah ini dilakukan untuk mengurangi backlog perumahan di Indonesia yang saat ini mencapai 9,9 juta. Menurutnya, pendekatan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) belum mampu mengatasi permasalahan tersebut.