PT Freeport Indonesia (Freeport) merespons keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terbaru terkait Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Jokowi mengizinkan perpanjangan IUPK Freeport sampai dengan masa umur cadangan tambang perusahaan. Meski begitu, terdapat syarat lagi bagi Freeport untuk mendapatkan perpanjangan tersebut. Salah satunya, Freeport harus memberikan saham 10% lagi kepada Pemerintah Indonesia, sehingga kepemilikan Indonesia di PT Freeport Indonesia menjadi 61% dari saat ini 51%.
“Terkait terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024, kami segera susun perencanaan langkah-langkah selanjutnya,” kata EVP External Affairs Freeport PT Freeport Indonesia Agung Laksamana kepada CNBC Indonesia, Jumat (31/5/2024).
Syarat dan Ketentuan Berlaku
Seperti diketahui, angin segar perpanjangan IUPK ini ditetapkan dengan terbitnya PP No 25/2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. PP No 25/2024 ini ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024 dan berlaku efektif pada tanggal diundangkan, juga 30 Mei 2024.
Di dalam Pasal 195B ayat 1 disebutkan bahwa IUPK Operasi Produksi yang merupakan perubahan bentuk dari Kontrak Karya (KK) sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dapat diberikan perpanjangan setelah memenuhi kriteria paling sedikit:
Memiliki fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian terintegrasi dalam negeri.
Memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas Pengolahan dan/ atau Pemurnian.
Sahamnya telah dimiliki paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) oleh peserta Indonesia.
Telah melakukan perjanjian jual beli saham baru yang tidak dapat terdilusi sebesar paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total jumlah kepemilikan saham kepada BUMN.
Mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Memiliki komitmen investasi baru paling sedikit dalam bentuk kegiatan eksplorasi lanjutan dan peningkatan kapasitas fasilitas pemurnian, yang telah disetujui oleh Menteri.
Adapun, apabila mengacu pada aturan anyar ini, maka PT Freeport Indonesia telah memenuhi beberapa persyaratan untuk mengajukan permohonan perpanjangan. Mengingat, pemerintah Indonesia sendiri saat ini telah memegang kepemilikan saham mayoritas PTFI sebesar 51%.
Sementara di dalam pasal 195B ayat 2 disebutkan bahwa Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 (sepuluh) tahun. Selain itu, PT Freeport Indonesia juga bisa mengajukan perpanjangan lebih awal tanpa menunggu paling cepat 5 tahun sebelum masa berlaku izin usaha pertambangan berakhir, seperti yang tercantum pada peraturan sebelumnya, PP No.96 tahun 2021.
Hal ini diatur dalam Pasal 195B ayat 3 yang menyebutkan bahwa permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi.
Kepemilikan RI
Perlu diketahui, sejak akhir 2018 lalu mayoritas saham PTFI memang sudah dimiliki Indonesia melalui Holding BUMN Pertambangan MIND ID sebesar 51,23% dan selebihnya dimiliki Freeport McMoran (FCX). Adapun nilai akuisisi untuk menjadi pemegang saham mayoritas Freeport ini mencapai US$ 3,85 miliar atau setara Rp 55,8 triliun saat itu. Akuisisi ini menandai peningkatan kepemilikan Indonesia di PTFI dari semula hanya 9,36% menjadi 51,23%.
Namun demikian, biaya RI untuk mengakuisisi 41,87% saham Freeport McMoran (FCX) di PT Freeport Indonesia senilai US$ 3,85 miliar pada 2018 lalu diperkirakan akan balik modal pada 2024, lebih cepat dari perkiraan awal yakni pada 2025.
Sumber daya Freeport Indonesia saat ini tercatat sebesar 3 miliar ton dan diperkirakan cukup hingga 2050. Produksi bijih (ore) saat ini sekitar 220.000 ton per hari dari tambang bawah tanah. Sejak 2020 lalu PTFI telah menghentikan aktivitas produksi di tambang terbuka (open pit) Grasberg, dan bertahap meningkatkan produksi di tambang bawah tanahnya. Adapun area produksi tambang Freeport ini berada di lahan seluas 9.946 Hektare (Ha) dan luas area penunjang sebesar 116.783 Ha di Kabupaten Mimika, Papua Tengah.
Dari produksi bijih (ore) tersebut kemudian diolah menjadi konsentrat tembaga. Dari kapasitas produksi sekitar 3 juta ton konsentrat per tahun, perusahaan mengirim konsentrat sekitar 1 juta ton per tahun ke smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur, yang dioperasikan PT Smelting, untuk kemudian diolah menjadi logam atau katoda tembaga. Dan selebihnya diekspor.
Namun pada 2024, perusahaan akan mengirimkan semua konsentratnya ke smelter dalam negeri. Pasalnya, perusahaan tengah mengerjakan proyek ekspansi smelter PT Smelting yang bisa meningkatkan penyerapan pengolahan konsentrat sebesar 300.000 ton menjadi 1,3 juta ton per tahun.
Lalu, perusahaan juga tengah membangun smelter baru di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur. Adapun kapasitas smelter baru ini yaitu mengolah 1,7 juta ton konsentrat per tahun dan bisa menghasilkan 600.000 ton katoda tembaga per tahun.
Sampai pada Maret 2024 lalu, progres pembangunan smelter sudah mencapai 93%-an. Smelter baru dengan investasi sekitar US$ 3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun ini ditargetkan mulai beroperasi pada Juni 2024, dan secara bertahap diperkirakan akan beroperasi penuh (full capacity) pada Desember 2024.