UU di India Mengancam Warga Muslim, Pengungsi Rohingnya Berteriak

by -69 Views

India mengimplementasikan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan baru beberapa minggu yang lalu. Undang-undang ini awalnya dirancang untuk membantu memberikan naturalisasi kepada umat Hindu, Parsi, Sikh, Budha, Jain, dan Kristen yang melarikan diri dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan sebelum 31 Desember 2014.

Namun, kebijakan baru ini menimbulkan kontroversi. Undang-undang tersebut mengecualikan warga Muslim, yang merupakan mayoritas di ketiga negara tersebut.

Salah satu kelompok yang paling merasa khawatir adalah pengungsi etnis Rohingya. Mereka takut bahwa undang-undang ini akan memaksa mereka untuk dipulangkan ke Myanmar, tempat dimana mereka sering mengalami penindasan.

Muhammad Hamin, seorang pengungsi Rohingya di India, merasa cemas sejak tanggal 8 Maret ketika pemerintah negara bagian Manipur memulai langkah deportasi bagi pengungsi Rohingya.

Situasi ini semakin memburuk setelah pemerintah India di bawah kekuasaan Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan penerapan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan tersebut di seluruh India.

Selain Rohingya, komunitas Muslim lainnya dari negara-negara dengan riwayat kekerasan seperti Ahmadiyah di Pakistan dan Hazara di Afghanistan juga tidak diikutsertakan dalam program naturalisasi tersebut.

Untuk pengungsi Rohingya di India, undang-undang ini membawa ketidakpastian terhadap masa depan mereka. Meskipun mereka memiliki kartu pengungsi dari UNHCR, pemerintah India tidak mengakui hak mereka untuk tinggal di India.

Aktivis Rohingya, Salai Dokhar, khawatir bahwa deportasi Rohingya dapat membahayakan nyawa mereka di tengah konflik di Myanmar setelah kudeta militer tahun 2021.

Pemerintah India mempertahankan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan tersebut sebagai langkah kemanusiaan yang dirancang untuk membantu kelompok minoritas agama. Mereka menegaskan bahwa undang-undang itu tidak akan digunakan terhadap warga negara India.

Namun, aktivis Rohingya mengritik pandangan tersebut dan menyatakan bahwa kebijakan tersebut diskriminatif. Mereka mengharapkan perlindungan di India sampai situasi di Myanmar pulih.