Teten Usul RI Tiru India-AS dalam Kritik Subsidi Pupuk

by -116 Views
Teten Usul RI Tiru India-AS dalam Kritik Subsidi Pupuk

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menilai kebijakan subsidi pupuk tidak tepat dan perlu dievaluasi. Ia pun menyarankan agar subsidi pupuk diganti menjadi model free financing, atau kredit tanpa bunga untuk mensubsidi produk jadinya.

Menurutnya, jika diberikan subsidi pada pupuk belum tentu menghasilkan padi dan/atau jagung. Namun, jika subsidinya adalah menjamin harga yang baik, menjamin pasar bagi produk petani, sudah dapat dipastikan subsidi itu mendorong produktivitas.

Teten mengatakan, anggaran untuk subsidi pupuk perlu dipindahkan kepada model subsidi yang dapat menjamin harga hasil produksi pertanian jadi lebih baik, dan menjamin pasar bagi produk pertanian, sehingga dapat mendorong produktivitas. Sebab, subsidi pupuk selama ini tidak memberikan jaminan produksi, dan pupuk kerap kali sulit didapatkan oleh para petani.

“Subsidi pupuk itu memang harus dievaluasi, karena kenyataannya kan (subsidi pupuk) tidak memberikan jaminan produksi, apalagi pupuk itu sering juga sulit didapatkan petani,” kata Teten saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jumat (8/3/2024).

“Dari pengalaman kami waktu di Ciwidey, saya sampaikan ke bapak Presiden (Joko Widodo), pak ini perlu biaya besar, tapi artinya bisa kita alihkan subsidi pupuk itu menjadi free financing, untuk membeli produk panennya. Ini bisa menjadi produk kita, bisa menjamin untuk kepentingan pemerintah, ketahanan pangan” tambahnya.

Teten pun membandingkan skema subsidi pertanian yang ada di Indonesia dengan yang ada di Amerika Serikat (AS) dan India. “Kalau saya lihat misalnya di Amerika (dan) India subsidinya itu di hilir bukan di hulu, misalnya dalam bentuk free financing,” ucapnya.

Di AS misalnya, untuk tingkat komoditi jagung, kentang, dan gandum, pihak produsen bisa mengambil pembiayaan untuk produksinya di muka. Sehingga pemerintah AS dalam satu tahun ke depan sudah tahu berapa stok jagung, stok gandum, dan stok kentang yang dikuasai.

Sementara di India, lanjutnya, ada sebuah organisasi yang diberi mandat untuk membeli produk petani, yakni Farmer Producer Organization atau FPO.

“Dari mana mereka punya kecukupan kapital? Mereka boleh pinjam ke bank dengan bunga yang sangat rendah, 3%. Tapi tugasnya membeli 100% produk petani,” tukas Teten.

“Sehingga, ini melahirkan sistem pertanian yang bisa menjamin supply pangan. Terutama di kasus India dan Indonesia, dimana dua negara ini banyak pengusaha kecil-kecilnya,” lanjutnya.

Sedangkan di Indonesia, kata Teten, banyak petani kecil yang selama ini sulit mendapatkan pembiayaan untuk biaya produksi. Sebab, pihak bank juga merasa takut untuk memberi pembiayaan kepada petani, lantaran tidak adanya kepastian harga dan pasar.

“Apalagi di pertanian sering gagal panen dan lain sebagainya, meskipun sudah ada jaminan. Saya kira pembiayaan agregator untuk FPO seperti perusahaan atau koperasi itu bisa membangun ekosistem usaha mikro, sehingga para pelaku UMKM di sektor pertanian dan perikanan mendapatkan pembiayaan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Teten mengatakan pihaknya telah melakukan piloting di daerah Ciwidey dengan beranggotakan sekitar 1.200 petani. Dalam piloting itu, katanya, Kemenkop UKM telah memperkuat peran koperasi menjadi off taker dari produk pertanian.

“Kami kasih bantuan, dana bergulir koperasi dengan bunga 6%. Tugasnya, mereka membeli produk petani 100%, dari koperasi lalu ke supermarket. Nah apa yang terjadi? Bank yang tadinya nggak mau membiayai di on farm atau biaya produksi, sekarang mau membiayai, karena ada kepastian harga, kepastian market. Sehingga potensi MPL kredit macetnya hilang,” terang dia.