Perang antara Israel dan Kelompok Hamas Palestina di Jalur Gaza telah memasuki hari ke-100, sejak pertama kali pecah pada 7 Oktober 2023. Menurut laporan terakhir dari Aljazeera, sebanyak 23.843 orang di Gaza telah tewas hingga hari ini, dikutip Minggu (14/1/2023).
Dalam 100 hari terakhir, warga Gaza telah kehilangan keluarga, sahabat, tempat tinggal, serta hak hidup mereka tanpa kegelisahan menghadapi ancaman maut setiap detik.
Infrastruktur di Gaza rusak parah. Rumah sakit dibombardir, jaringan telekomunikasi terputus, dan masyarakat kehilangan akses ke air bersih serta makanan yang merupakan kebutuhan pokok sehari-hari.
Konflik antara Israel dan Palestina dimulai sejak 1917, ketika pemerintah Inggris mendirikan rumah nasional bagi kaum Yahudi di Palestina. Migrasi besar-besaran itu mendapat pertentangan dari warga Palestina. Sejak saat itu, Israel terus memperluas wilayah kekuasaannya melalui serangan dan aksi kekerasan.
Saat ini, wilayah utara dan pusat Gaza membutuhkan 1.300 truk makanan setiap hari. Sebelum perang, rata-rata 2.000 truk makanan masuk ke Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah di area selatan. Namun, dalam tiga bulan terakhir, jumlah itu terus menyusut dan memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza. Hampir separuh penduduk wilayah tersebut menghadapi kelaparan.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Ahraf al-Qudra, memperingatkan bahwa Rafah kini sedang mencapai titik krisis menyusul masuknya ratusan ribu warga Palestina yang terlantar. Infrastruktur dan layanan kesehatan di Rafah rapuh, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan 1,3 juta warga dan pengungsi.
Hanya 6 ambulans yang masih bisa beroperasi di seluruh Jalur Gaza. Kementerian Kesehatan mengatakan kurangnya fasilitas dan infrastruktur yang tersedia membuat banyak pasien tak bisa mendapat perawatan layak.
Di tengah kondisi Gaza yang mengenaskan, Israel masih bersikeras tak ingin menghentikan perang. Beberapa negara telah menyeret Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ) karena aksi genosida tersebut. Namun, Israel membantah mentah-mentah tuduhan tersebut dengan menyebut perang Gaza sebagai pembelaan yang sah dari rakyatnya. Israel juga mengatakan kelompok Hamas adalah pihak yang bertanggung jawab melakukan genosida.
Di saat bersamaan, beberapa kelompok di negara lain menunjukkan dukungan ke Hamas dengan melakukan serangan balasan. Salah satunya kelompok Houthi di Yaman yang bersekutu dengan Iran. Houthi menargetkan pelayaran internasional di Laut Merah. Alhasil, Amerika dan Inggris turun tangan melancarkan puluhan serangan ke fasilitas Houthi.
Serangan itu dipicu kekhawatiran AS dan Inggris atas meluasnya konflik regional yang akan berdampak pada seluruh dunia, mengingat Laut Merah merupakan jalur penting perdagangan internasional.
Dalam 100 hari perang Gaza, perhatian dunia telah beralih untuk menyoroti konflik di Laut Merah yang berpotensi mempengaruhi harga minyak dunia. AS masih terus melakukan serangan intensif ke Houthi, Israel membantah melakukan genosida, dan warga Gaza telah kehilangan segalanya.