Tren Merosotnya Ekspor Mengancam Surplus Neraca Dagang

by -103 Views

Kinerja Ekspor Indonesia berpotensi makin tertekan pada tahun depan. Hal ini disebabkan penurunan harga komoditas dan melemahnya perekonomian negara mitra dagang utama Indonesia.

Lonjakan harga komoditas dalam dua tahun terakhir muncul bak durian runtuh bagi Indonesia. Dampaknya sangat besar, mulai dari peningkatan ekspor, penerimaan negara hingga pertumbuhan daerah sumber komoditas tersebut.

Beberapa negara mitra dagang utama itu di antaranya China yang porsi ekspor Indonesia ke negara itu mencapai 25,49% hingga November 2023, lalu Amerika Serikat 9,54%, dan Eropa yang porsinya terhadap total ekspor Indonesia sebesar 6,84%.

Lembaga internasional, seperti IMF memperkirakan ekonomi AS akan tertekan ke level 1,5% pada 2024, dari perkiraan 2023 tumbuh 2,1%. Lalu, China hanya tumbuh 4,2% dari 5% pada 2023, dan Eropa juga 1,2% dari perkiraan tahun ini 0,7%.

Perkiraan World Bank lebih buruk lagi. AS mereka proyeksikan ekonominya hanya tumbuh 0,8% pada 2024 dari 1,1% tahun ini. Eropa 1,3% dari 0,4% dan China hanya sebesar 4,6% dari proyeksi pertumbuhan 2023 sebesar 5,6%.

Melemahnya perekonomian mitra dagang utama Indonesia sudah mulai mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Ekspor kumulatif Indonesia pada periode Januari-November 2023 menjadi hanya US$236,41 atau turun 11,38%, jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan ini cukup parah jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-November 2022 mencapai US$268,18 miliar atau naik 28,16% dibandingkan periode yang sama pada 2021.

Kondisi itu membuat surplus neraca perdagangan Indonesia terus merosot. November nilainya hanya US$ 2,41 miliar atau turun dari Oktober yang sebesar US$ 3,48 miliar. Secara kumulatif Januari-November 2023 pun hanya mencapai US$ 33,63 miliar, anjlok US$ 16,91 miliar dari periode yang sama tahun lalu US$ 50,54 miliar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, rambatan tekanan ekonomi dari global ke Indonesia masuk dari jalur perdagangan. Kondisi ekonomi China yang tengah mengalami pelemahan akibat utang publik yang melonjak hingga perlambatan manufaktur mulai berdampak ke berbagai negara, tak terkecuali Indonesia.

Senior Ekonom BCA Barra Kukuh Mamia mengungkapkan penurunan aktivitas di Tiongkok, setelah tampaknya mengalami perubahan pada kuartal III-2023. Hal ini mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Data BPS memperlihatkan barang besi dan baja mengalami penurunan sebanyak 6,82% secara bulanan (month to month/mtm), kemudian nikel dan barang daripadanya turun 17,16% (mtm), serta ampas dan sisa industri makanan turun 27,8% (mtm).

Sementara itu, dampak dari AS, terjadi karena aktivitas ekonominya yang masih ditopang oleh sektor jasa. Membuat permintaan barang-barang impor dari luar negeri, termasuk dari Indonesia belum signifikan.

Ekonom Senior Bambang Brodjonegoro menuturkan pelemahan ekonomi global menjadi tantangan kinerja perdagangan RI ke depan. Penurunan surplus ke kisaran US$ 2,41 miliar pada November 2023 ini dipicu oleh faktor pelemahan ekonomi global.

Untuk mengurai persoalan tekanan ekspor 2024, pemerintah pun berencana menggelar Outlook Perekonomian Indonesia 2024 akhir pekan ini, Jumat (22/12/2023). Agenda penghujung tahun itu digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan dihadiri Presiden Joko Widodo beserta jajaran menteri ekonominya. Para pakar dan ahli di bidang ekonomi pun turut dihadirkan.