Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengadakan proses penyidikan in absentia atau tanpa kehadiran tersangka untuk pertama kalinya. Proses penyidikan dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II pada Kamis (26/10/2023). Penyidikan ini dilakukan terhadap tindak pidana di bidang perpajakan yang mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 2,74 miliar yang dilakukan melalui PT BBM dan PT RPM.
Proses penyidikan dilakukan oleh Kanwil DJP Jawa Timur II dengan menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti atau tahap II dari penyidik kepada penuntut umum di Kejaksaan Negeri Bojonegoro dan Kejaksaan Negeri Sidoarjo.
Kegiatan penyerahan tahap II dilakukan tanpa kehadiran tersangka atau in absentia. Hal ini merujuk pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Meskipun penyidik wajib melakukan upaya maksimal untuk menghadirkan tersangka dalam proses penyidikan, jika tersangka tidak memenuhi panggilan sebanyak dua kali dan tidak memberi alasan yang patut, penyidik dapat mengumumkan pemanggilan pada media nasional atau internasional. Selain itu, tersangka dapat dimasukkan dalam daftar pencarian orang atau DPO dan dicatat dalam red notice.
Setelah upaya maksimal dilakukan dan hasil penyidikan dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum, penyidik pajak dapat melakukan tahap II in absentia. Pada kasus di Kanwil DJP Jawa Timur II, tersangka dengan inisial SLM yang merupakan penanggung jawab PT BBM dan PT RPM tidak memenuhi panggilan secara sah oleh penyidik sebanyak dua kali dan tidak memberikan alasan yang patut dan wajar. Penyidik telah mengumumkan pemanggilan secara nasional dan tersangka SLM masuk dalam daftar pencarian orang yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Selain itu, penyidik juga telah melakukan permohonan pencegahan ke luar negeri dan meminta bantuan kepada Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk dicatat dalam red notice.
SLM ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana di bidang perpajakan melalui PT BBM dan PT RPM, seperti menggunakan faktur pajak tanpa berdasarkan transaksi yang sebenarnya, menyampaikan SPT Masa PPN yang tidak benar, dan tidak menyetorkan pajak ke kas negara. Perbuatan SLM dilakukan antara Januari 2018 hingga Desember 2019 dan mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp 2,37 miliar melalui PT BBM dan Rp 377,49 juta melalui PT RPM. Tersangka juga telah disita aset berupa rumah senilai Rp 500 juta.
Tersangka dapat diancam hukuman pidana penjara minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun serta denda minimal 2 kali dan maksimal 4 kali jumlah kerugian pada pendapatan negara. Karena tidak ditemukannya tersangka (DPO), pemeriksaan oleh penyidik tidak dapat dilakukan. Hal ini menjadi salah satu penyebab kesulitan dalam menyatakan berkas perkara lengkap oleh penuntut umum dan melaksanakan penyerahan tahap II kepada penuntut umum. Penanganan tindak pidana di bidang perpajakan tanpa kehadiran tersangka dan/atau terdakwa diatur dalam Pasal 44D Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022.