Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan bahwa dalam tahun ini minimal satu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara harus pensiun dini. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan bahwa rencananya adalah melakukan pensiun dini PLTU batu bara di PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon-1. Namun, dari kedua PLTU tersebut, masih belum diputuskan yang mana yang akan dieksekusi terlebih dahulu.
Dadan menjelaskan bahwa untuk PLTU Cirebon-1 sudah ada komitmen dukungan dari Asian Development Bank (ADB) untuk menghentikan pengoperasian PLTU tersebut lebih cepat. Sementara, untuk PLTU Pelabuhan Ratu, rencananya akan dilakukan proses peralihan dari PT PLN (Persero) ke PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
“Dua-duanya sedang kita lihat, tapi yang diinginkan adalah ada satu proyek yang dapat terealisasi tahun ini. Tereksekusi di sini berarti ada transaksi, bukan berarti penutupan tahun ini,” ungkap Dadan di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengungkapkan bahwa untuk menghentikan operasional dua PLTU tersebut, diperlukan dana sebesar Rp 25 triliun. Rincian biayanya adalah Rp 12 triliun untuk PLTU Pelabuhan Ratu dan Rp 13 triliun untuk PLTU Cirebon-1.
“APBN tidak mungkin, tidak cukup untuk menanggung pensiun dini. Oleh karena itu dibutuhkan sumber pendanaan lain seperti Just Energy Transition Partnership (JETP) dan dukungan dari Asian Development Bank (ADB) untuk melaksanakan pensiun dini ini,” ujar Eddy.
Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 Tentang Pemberian Dukungan Fiskal melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan. Melalui aturan ini, pembiayaan untuk penghentian operasional PLTU lebih cepat dari rencana awal akan menggunakan APBN.