Soeharto Naik Haji: Kontroversi Penggunaan Uang Pribadi

by -28 Views

Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Kewajiban ini berlaku tanpa pengecualian, termasuk bagi seorang Presiden Indonesia sekalipun. Setiap presiden tercatat pernah naik haji, tetapi hanya beberapa saja yang pergi ibadah saat berkuasa. Salah satunya adalah Soeharto, Presiden RI ke-2, yang menunaikan rukun Islam kelima pada musim haji tahun 1991 atau 1411 Hijriah. Dalam pemberitaan majalah Dharmasena, Soeharto pergi haji pada bulan Juni 1991 bersama ibu negara, Menteri Agama Munawir Sjadzali, Panglima ABRI Try Sutrisno, Mensesneg Moerdiono, dan 25 keluarga inti.

Kedatangan Soeharto disambut positif oleh Raja Arab Saudi, Fahd, yang melayani Soeharto dengan baik dalam berbagai jamuan dan penginapan terbaik selama di Tanah Suci. Meskipun jamuan tersebut tidak diinginkan oleh Soeharto dalam statusnya sebagai seorang Muslim, ia menolak pendanaan dari negara dan menggantikan seluruh biaya ibadah dengan uang pribadi.

Kepergian Soeharto ke Tanah Suci Makkah juga dianggap memiliki dasar politis, banyak di antara masyarakat Jakarta melihatnya sebagai sebuah tipu daya politik menjelang Pilpres 1993. Dalam Sejarah Indonesia Modern, sejarawan Ricklefs menyebut bahwa kepergian Soeharto bertujuan untuk mencari dukungan dari para pengusaha bumiputra terkemuka yang menunjukkan rasa identitas keislaman yang kuat.

Dengan beberapa proses pendekatan terhadap kelompok Islam, Soeharto mulai melunak dan terbuka dengan tokoh-tokoh dari organisasi Islam terbesar di Indonesia, seperti NU dan Muhammadiyah. IA kemudian mendirikan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada tahun 1990 yang dipimpin oleh B.J Habibie. Akhirnya, realisasi kedekatan Soeharto dengan kelompok Islam terjadi pada Maret 1998 ketika B.J Habibie dilantik sebagai Wakil Presiden ke-7, menjadikannya sebagai wapres pertama era Soeharto yang bukan dari militer.

Source link