Asal-usul Klaim Indonesia Tidak Dijajah Belanda

by -25 Views

Sebuah peninjauan ulang narasi sejarah kolonialisme di Indonesia sedang dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan RI. Klaim tentang Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350 tahun saat ini sedang direvisi oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Menurutnya, narasi ini tidak sepenuhnya mencerminkan fakta sejarah yang sebenarnya. Perhitungan penjajahan Belanda selama 350 tahun di Indonesia dimulai dari kedatangan Cornelis de Houtman di Banten pada tahun 1596 hingga proklamasi kemerdekaan pada 1945. Namun, banyak sejarawan mempertanyakan kebenaran perhitungan ini karena mengabaikan konteks perjuangan dan adanya kerajaan-kerajaan lokal yang masih merdeka hingga abad ke-20.

Narasi “350 tahun penjajahan” ini sering kali diperkuat oleh tokoh-tokoh besar seperti Presiden Soekarno dan Mohammad Yamin. Meskipun narasi ini dibangun dalam semangat nasionalisme dan anti-kolonialisme, ahli hukum Belanda G.J. Resink menggugat validitasnya. Menurut Resink, pernyataan Gubernur Jenderal Hindia Belanda de Jonge pada 1935 lebih bersifat retorika politis daripada fakta sejarah yang sebenarnya.

Dalam bukunya, Indonesia’s History Between the Myths (1968), Resink menegaskan bahwa Belanda pada tahun 1596 belum menjajah Indonesia melainkan hanya berdagang. Penjajahan secara militer dan administratif baru terjadi jauh kemudian dan tidak merata di seluruh wilayah nusantara. Ada beberapa wilayah yang baru ditaklukkan Belanda di abad ke-20, seperti Aceh, Bone, dan Klungkung di Bali. Dengan demikian, Resink berpendapat bahwa tidak ada satupun wilayah Indonesia yang benar-benar dijajah selama 350 tahun, dan jika dihitung garis waktu pendudukan dari Klungkung, maka Belanda baru menjajah Indonesia selama 37 tahun.

Artikel ini mencoba merangkum perdebatan seputar narasi kolonialisme di Indonesia dan upaya pemerintah untuk merevisi narasi sejarah yang lebih akurat. Referensi kecil untuk video terkait dengan ekspansi Elnusa dan Mini LNG Plant juga disajikan di bagian bawah artikel ini.

Source link