Musim kemarau tahun 2025 telah dimulai sejak April dan diprediksi akan berlangsung lebih singkat dari biasanya di Indonesia. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau pada bulan April, dengan jumlah ini diproyeksikan meningkat di bulan-bulan berikutnya. Fenomena iklim global seperti El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini dalam fase netral, namun suhu muka laut Indonesia cenderung lebih hangat dari biasa dan diperkirakan bertahan hingga September, mempengaruhi cuaca lokal.
Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Juni-Agustus 2025, dengan sebagian besar wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku mengalami puncak kekeringan pada Agustus. Sebanyak 60% wilayah diprediksi mengalami kemarau normal, sementara 26% lebih basah dari biasanya dan 14% lebih kering. Dwikorita memberikan rekomendasi untuk sektor pertanian dalam menghadapi musim kemarau, seperti penyesuaian jadwal tanam, pemilihan varietas tanaman tahan kekeringan, dan optimalisasi pengelolaan air.
Untuk sektor kebencanaan, peningkatan kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan menjadi penting, sementara di sektor lingkungan dan kesehatan pentingnya kewaspadaan terhadap penurunan kualitas udara dan dampak suhu panas. Di sektor energi dan sumber daya air, penting untuk mengelola pasokan air secara bijak demi kelangsungan PLTA, sistem irigasi, dan pemenuhan kebutuhan air baku. Dwikorita berharap informasi ini dapat digunakan oleh pihak terkait dalam menyusun langkah antisipatif menghadapi musim kemarau 2025. Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui website resmi BMKG dan media sosial.