Fokus perang dagang yang dikobarkan Amerika Serikat (AS) kembali mengerucut kepada China setelah Presiden Donald Trump mengumumkan penangguhan tarif tinggi baru-baru ini, namun tidak untuk China. Keputusan ini menyebabkan lonjakan tajam di pasar saham global dan ketegangan geopolitik meningkat. Setelah diberlakukannya tarif, Trump kemudian ‘jeda’ selama 90 hari untuk sebagian besar negara mitra dagang, kecuali China.
Trump mengatakan bahwa orang-orang terlalu reaktif dan mulai panik, seperti atlet yang gugup. Kebijakan tarif yang selalu berubah-ubah membuat para pemimpin dunia kebingungan dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pebisnis global. Penangguhan ini disebut sebagai strategi untuk memaksa negara-negara lain masuk ke meja perundingan, meskipun Trump juga menyebut kekacauan pasar sebagai faktor yang mempengaruhi keputusannya.
China merupakan lawan utama dalam perang dagang ini, dengan kenaikan tarif yang saling membalas antara AS dan China. Tidak semua negara ingin bergandengan tangan dengan China dalam konflik global ini, seperti halnya Australia yang menolak tawaran China untuk bekerja sama dalam menghadapi tarif AS. Meskipun kesepakatan dengan China masih memungkinkan, prioritas saat ini adalah menjalin perjanjian dengan negara lain terlebih dahulu, sementara China sudah membuka dialog dagang dengan Uni Eropa dan Malaysia.