Pemerintah Indonesia mendapat dukungan dari industri lokal terkait rencana penerapan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk produk keramik. Para importir yang biasanya hanya mengimpor keramik kini beralih menjadi produsen dengan memproduksi keramik di dalam negeri.
Penerapan tarif BMAD akan membuat tarif impor lebih tinggi, sehingga barang impor akan sulit bersaing di pasar domestik. Sebaliknya, produk keramik lokal diharapkan dapat bersaing lebih baik.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki), menyatakan bahwa fenomena perubahan dari importir menjadi produsen semakin meningkat. Hal ini didorong oleh pengenaan BMAD yang tinggi, yang mendorong munculnya investasi baru dan penyerapan tenaga kerja di sektor keramik.
Beberapa importir telah mulai membangun pabrik keramik jenis homogeneous tile (HT) dengan harapan selesai pada tahun 2025. Fenomena ini juga mendorong importir lain untuk menanamkan investasi di Indonesia, mengingat kemungkinan penerapan BMAD pada produk keramik.
Selain itu, investasi baru dari anggota Asaki atau produsen keramik yang ada juga diperkirakan akan selesai pada paruh kedua tahun 2025. Hal ini membuat pemerintah dan publik tidak perlu khawatir akan kelangkaan stok keramik, seperti yang dikhawatirkan oleh para importir.
Dari pihak importir, Ketua Umum Forum Supplier Bahan Bangunan Indonesia (FOSSBI) menyatakan kekhawatiran atas tingginya BMAD yang dapat mengganggu pasokan keramik dalam negeri. Kebutuhan akan keramik tertentu seperti Ubin Porcelain dipenuhi melalui impor, karena kapasitas produksi dalam negeri belum mencukupi.
Secara keseluruhan, penerapan BMAD untuk produk keramik diharapkan dapat mendorong perkembangan industri keramik lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor.