Ketua Prodi Hubungan Internasional UKI Mengecam Regulasi Spionase yang Kurang Jelas dan Tidak Tegas

by -76 Views
Ketua Prodi Hubungan Internasional UKI Mengecam Regulasi Spionase yang Kurang Jelas dan Tidak Tegas

Ketua Prodi HI UKI: Regulasi Spionase Harus Tegas

Regulasi terkait spionase perlu diatur dengan detail oleh negara. Hal ini karena aturan yang ketat akan mencegah dampak negatif di masa depan.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Program Studi HI dan Direktur CSJGR Universitas Kristen Indonesia (UKI), Arthuur Jeverson Maya saat menghadiri seminar dengan judul “Aturan Tambahan dalam Spionase: Jejaring atau Kuasa, Sebuah Diskursus” yang diselenggarakan oleh Center for Security and Foreign Affairs (CESFAS) UKI bekerja sama dengan Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI).

“Regulasi yang jelas dan tegas sangat penting untuk mengatur kegiatan spionase agar tidak menimbulkan masalah etika dan hukum di masa mendatang,” kata Arthuur di UKI, Selasa (11/6).

Seperti yang terungkap dalam laporan alat sadap Amnesty International, alat penyadapan canggih yang digunakan oleh beberapa pemerintah dapat melanggar hak asasi manusia. Untuk melindungi diri, penting untuk memperbarui perangkat lunak, menggunakan kata sandi yang kuat, dan berhati-hati dalam berbagi informasi secara online.

Selain itu, Arthuur juga menyoroti kontradiksi dalam hubungan negara dengan spionase, serta pentingnya perkembangan teknologi dalam akses informasi.

“Spionase merupakan perang terselubung yang melibatkan pengawasan dan pengumpulan informasi secara diam-diam,” ujarnya.

Arthuur juga mengakui adanya kontradiksi antara keterbukaan dan kerahasiaan dalam hubungan negara dan spionase. Negara perlu transparan untuk menjaga legitimasi dan kepercayaan publik, namun kerahasiaan dibutuhkan untuk melindungi keamanan nasional.

Perkembangan teknologi dalam akses dan analisis informasi juga menjadi fokus Arthur. Perbedaan kecepatan akses informasi bisa menjadi tantangan besar.

“Negara harus terus memperbarui dan meningkatkan teknologi mereka untuk memastikan informasi bisa diperoleh dan digunakan secara efektif,” ucapnya.

Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin membahas pengalaman dan pandangan tentang intelijen. Dia mengulas evolusi intelijen dari masa lalu hingga sekarang, pentingnya teknologi dalam kegiatan intelijen, serta tantangan dalam penyadapan.

“Di masa lalu, operasi intelijen dilakukan dengan sumber daya terbatas dan teknologi yang kurang memadai, sehingga sering disebut sebagai kegiatan yang senyap dan berbahaya,” ungkap Hasanudin.

Untuk mengikuti perkembangan zaman dan teknologi, UU No. 17 Tahun 2017 disusun dan disahkan untuk mengatur praktik intelijen. Meskipun masih banyak yang perlu diperbaiki dalam hal penyadapan.

“Penyadapan tetap penting untuk mengungkap tindakan kriminal yang bisa merugikan banyak orang,” ujarnya.

Seminar ini bertujuan untuk membahas isu spyware dan menegaskan pentingnya regulasi yang seimbang antara keamanan nasional dan hak asasi sipil. Dengan berbagai pakar dan praktisi di bidang ini, diharapkan seminar ini bisa memberikan kontribusi dalam perumusan kebijakan lebih baik di masa depan.

Disamping itu, seminar juga menyoroti keseimbangan antara keamanan nasional dan hak asasi sipil. Melalui diskusi yang mendalam dari para ahli dan praktisi, diharapkan seminar ini bisa memberikan wawasan baru dan membuka ruang dialog konstruktif mengenai regulasi spionase di Indonesia.

Dengan demikian, Indonesia diharapkan bisa menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks di era digital dengan lebih siap dan responsif.

Turut hadir dalam diskusi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UKI, Verdinand Robertua; Direktur CESFAS, Darynaufal Mulyaman; Hoga Saragih dari Universitas Bakrie; Direktur Riset ISI (Indo-Pacific Strategic Intelligence), Aishah Rasyidilla Kusumasomantri; dan Guru Besar Keamanan Internasional UKI, Angel Damayanti.

Referensi: https://www.rmoljabar.id/2024/06/11/ketua-prodi-hi-uki-regulasi-spionase-harus-jelas-dan-tegas

Source link