Global Strategic Challenges: Violence in Ukraine and the Middle East

by -59 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari buku “Transformasi Strategis Bangsa: Menuju Indonesia Emas 2045”, halaman 45, edisi softcover ke-4]

Pada tahun 2020, ketika dunia berjuang melawan pandemi COVID-19, tak ada yang memperkirakan bahwa perang baru bisa pecah selama krisis tersebut.

Namun, sebelum pandemi berakhir, tepatnya pada 24 Februari 2022, konflik bersenjata besar pecah di Eropa antara Rusia dan Ukraina. Konflik ini mengganggu stabilitas harga pangan dan energi global, mengingat kedua negara tersebut adalah produsen penting komoditas penting ini.

Secara bersama-sama, Rusia dan Ukraina menyumbang 27% dari produksi gandum dunia. Indonesia, yang mengimpor 11 juta ton gandum setiap tahun untuk mi instan, roti, dan kebutuhan lainnya, juga mengimpor sebagian besar gandumnya dari kedua negara ini. Akibat perang yang mempengaruhi produksi dan keamanan maritim, Indonesia dan negara-negara pengimpor gandum lainnya terpaksa mencari sumber alternatif.

Selain gandum, Rusia juga merupakan pengekspor utama bahan baku untuk pupuk. Negara tersebut menghasilkan 19% Kalium dunia, 14% Fosforus, dan 16% Nitrogen. Konflik antara Rusia dan Ukraina akhirnya mendorong harga pupuk global naik.

Dan kemudian ada energi. Rusia adalah pengekspor minyak dan gas terbesar ketiga di dunia. Konflik yang berkepanjangan di Ukraina, yang kini diperparah oleh konflik bersenjata di Palestina, dapat lebih meningkatkan harga pangan dan energi dengan mengganggu kelancaran rantai pasok global.

Source link