Jakarta, CNBC Indonesia – Sistem kesehatan di Haiti hampir kolaps karena pemberontakan geng kriminal bersenjata yang memaksa perdana menteri negara itu mengundurkan diri.
Dalam dua minggu terakhir, rumah sakit dibakar, dokter dibunuh, dan persediaan medis habis. Hanya satu rumah sakit umum di ibu kota Haiti yang masih beroperasi, membuat korban kekerasan tidak mendapatkan perawatan medis.
Perang jalanan menyebabkan lonjakan pasien darurat dengan luka-luka, sementara jumlah rumah sakit yang tutup juga meningkat. Beberapa fasilitas perawatan trauma terakhir yang tersisa di Port-au-Prince telah dibakar dan digeledah.
Pasokan obat bius, darah, dan oksigen terhambat akibat kontrol jalanan oleh kelompok bersenjata. Petugas kesehatan harus tinggal di rumah untuk menghindari baku tembak dan perlindungan terhadap anggota geng atau polisi.
Dokter Nathalie Barthélémy Laurent menjadi korban tewas terbaru ketika mobilnya diserbu dengan senjata di Port-au-Prince.
Kondisi di rumah sakit Universitas Negeri Haiti memperlihatkan pasien tanpa staf medis, hanya mayat yang membusuk.
Perdana Menteri Ariel Henry mengundurkan diri setelah kekacauan, namun pertempuran antara geng bersenjata dan pasukan keamanan terus berlanjut.
Kondisi yang buruk di negara tersebut membuat PBB mencatat 15.000 penduduk mengungsi, menjadikan jumlah total pengungsi internal lebih dari 360.000.
Penduduk Port-au-Prince terpaksa berpindah-pindah mencari perlindungan, dengan banyak orang kelaparan, sulit akses air dan listrik, serta menjadi korban peluru nyasar setiap harinya.