Oleh: Prabowo Subianto [dikutip dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Pak Sutiyoso lulus dari Akademi ’68. Sebagai seorang junior, tentu saja saya pernah melihat Pak Sutiyoso dari kejauhan di Kopassus. Dia berada di Grup 2 di Magelang. Saya berada di Grup 1 di Cijantung dan di Batujajar. Sebenarnya, kami tidak sering berurusan atau bertemu dalam dinas, tetapi yang saya ketahui adalah bahwa dia terlibat dalam berbagai operasi, termasuk operasi infiltrasi di Timor Timur di bawah pimpinan Pak Dading Kalbuadi.
Pak Sutiyoso dikenal sebagai seseorang yang penuh humor. Seorang prajurit lapangan dengan banyak operasi. Juga sangat terkenal dengan hobinya menembak target bergerak.
Pada saat itu, saat dia menjabat sebagai Asisten Operasi Kopassus, dia menelepon saya. Saat itu saya masih menjabat sebagai Komandan Brigade 17 Airborne. Dia berkata, “Prabowo, saya mengusulkan kepada Pak Tarub agar kamu menjadi Komandan Pusdikpassus di Batujajar.”
Tentu saja saya bercita-cita menjadi Komandan Brigade 17 Airborne yang sangat bergengsi. Pusat Pendidikan di Batujajar juga sangat bergengsi. Semua pasukan udara, dan semua pasukan khusus Indonesia harus melalui Batujajar. Jadi jika saya ingin melakukan yang terbaik bagi TNI dengan mempengaruhi kualitas pasukan elit Indonesia, saya harus mampu meningkatkan kurikulum dan kualitas pelatihan serta pelatih di Batujajar. Itulah mengapa saya setuju dengan permintaan Pak Sutiyoso untuk kembali ke Kopassus dan melayani sebagai Komandan Pusdik.
Saat saya menjabat sebagai Komandan Pusdikpassus, dia sangat mendukung saya. Saat dia menjadi Asisten Operasi di Kostrad, saat saya menjadi Komandan Brigade, kita berdua berada di bawah kepemimpinan Pangkostrad. Pak Sutiyoso adalah orang yang sangat patriotik. Dia adalah merah putih. Dia juga sangat pandai dalam bercanda. Itulah tipe senior, mentorku yang telah membesarkan saya selama saya berdinas di militer.