Sopir atau pengemudi ojek maupun taksi online menolak Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang diinisiasi DPR RI. Aturan ini bakal mengatur kenaikan tarif parkir dari 20% menjadi 25%. Rencana ini dikeluhkan bakal berdampak pada berbagai kelompok masyarakat, termasuk pengemudi online.
“Ya kami menolak karena bukan solusi masalah,” kata Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/12/2023).
Pengemudi taksi online berharap pemerintah provinsi DKI Jakarta memiliki cara lain dalam mencari solusi dalam permasalahan parkir, bukan dengan menaikkan tarif parkirnya.
“Iya menurut kami masalah parkir itu kan sedikitnya ketersediaan lahan, kebijakan kenaikan tarif bukan solusi utamanya, Lahannya tidak tersedia, kendaraannya nambah terus. Artinya Pemprov dan Dinas Perhubungan seharusnya membuat kajian yang mendalam terkait tarif parkir,” kata Taha.
Kenaikan tarif parkir bakal makin membuat pengemudi taksi dan ojek online bakal semakin terhimpit. Pasalnya, tarif aplikasi dinilai murah hingga kurangnya fasilitas yang memadai di lapangan untuk kalangan mereka.
“Bagi kami Driver Online yang tanpa kenaikan parkir saja sudah tercekik tarif aplikasi yang sangat murah, ditambah kenaikan tarif parkir. yang paling kami takuti adalah mobil derek yang sering sekali jadi kendala dalam pekerjaan kami karena kami tidak memiliki shelter,” sebut Taha.
Dalam RUU DKJ, di dalamnya mengatur pajak jasa parkir. Pada Pasal 41 Ayat (1) huruf a menyebutkan bahwa tarif pajak jasa parkir ditetapkan paling tinggi 25%. Aturan ini diyakini bakal membuat masyarakat lebih beralih ke kendaraan umum.