Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional memicu efek domino ke sektor plastik hilir. Hal itu dikonfirmasi oleh Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono.
Menurutnya permintaan kemasan plastik peralatan rumah tangga di dalam negeri saat ini masih stagnan. Pemicunya ada 2, yaitu daya beli dan efek cuaca. Di mana, kata Fajar, daya beli terganggu akibat hilangnya sumber pendapatan pekerja yang terkena PHK.
“Karena cuaca…kekeringan, permintaan produk plastik hilir, seperti peralatan rumah tangga (houseware) sebenarnya stagnan. Sebab, ada kecenderungan menunda pesta di daerah-daerah,” ungkap Fajar kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (7/12/2023).
“Biasanya di daerah banyak kondangan. Kotak-kotak plastik itu biasanya di daerah dipakai untuk kotak kondangan. Dulu kan pakai besek, sekarang kotak plastik. Jadi berkurang,” paparnya.
Selain efek cuaca, lanjutnya, terjadi penurunan permintaan. Sebagai efek domino dari PHK, yang menyebabkan ribuan orang kehilangan sumber pendapatannya.
“Belum lagi daya beli kan menurun. PHK banyak. PHK ribuan di pabrik tekstil ini memengaruhi permintaan, daya beli. Orang jadi berkurang belanja. Kalau nggak dapat gaji kan nggak bisa beli,” jelas Fajar.
“Sementara bisa dibilang lebih 50% konsumsi plastik hilir segmen houseware itu adalah produk yang kotak-kotak makanan yang bening dan biasa untuk kemasan makanan, termasuk produk UMKM,” terangnya.
Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan hal senada.
“Yang pasti, karena dengan PHK penghasilan berkurang. Berakibat daya beli masyarakat sebagian berkurang. Ini akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi,” katannya kepada CNBC Indonesia.
Menurut Ristadi, akhir-akhir ini perputaran uang yang lebih stabil terjadi di sektor jasa.
“Kalau sektor riil banyak yang rontok,” katanya.
Biang Kerok PHK Massal
Sebagai informasi, KSPN mencatat perkembangan PHK yang melanda industri padat karya di dalam negeri, termasuk TPT sejak tahun 2020. Data yang memuat kondisi pabrik tempat anggota KSPN bekerja itu menunjukkan, sejak tahun 2020, sebanyak 56.976 pekerja jadi korban PHK di 36 perusahaan di pulau Jawa.
Dan, sejak awal tahun 2023 ini, setidaknya 7.200 orang pekerja jadi korban PHK di 8 perusahaan TPT. Beberapa diantaranya bahkan dilaporkan telah menutup operasional perusahaan.
Menurut Ristadi, PHK dipicu serbuan produk impor yang menggerus pasar di dalam negeri. Sementara, pabrik berorientasi ekspor terkena efek anjloknya permintaan di tengah tekanan ekonomi global.
Serbuan impor juga menjadi kekhawatiran bagi pelaku industri plastik. Fajar pun mendesak pemerintah lebih serius melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor. Pasalnya, barang impor, baik legal maupun ilegal telah dikeluhkan memicu anjloknya utilisasi pabrik, hingga berujung PHK massal.
“Permintaan plastik di segmen ini sebenarnya stabil. Tapi, utilisasi pabrik di subsektor ini malah anjlok. Pabrik sudah memangkas produksinya 50%. Sejak tahun 202 trennya jelek, lalu tahun ini utilisasi terpangkas sampai 50%,” katanya.
“Kalau turun lagi, bukan nggak mungkin bakal PHK. Sekarang mereka masih mengurangi shift, tadinya 3 shift jadi 2 shift. Jadi mengurangi jam kerja,” tukasnya.
Dia berharap revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 25/2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor bisa selesai tahun ini dan diteken.
“Sehingga impor bisa dikendalikan dan nggak membanjiri pasar dalam negeri lagi. Perlindungan dengan neraca komoditas harus dilakukan,” cetusnya.
“Kami mengajukan perlindungan untuk produk plastik hilir berupa kemasan, mainan anak, houseware, dan terpal,” pungkas Fajar.
[Gambas:Video CNBC]
(dce/dce)