Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa Indonesia memerlukan US$ 1 triliun (Rp 15 ribu triliun dengan asumsi kurs Rp 15 ribu/US$) untuk mencapai net zero emisi pada tahun 2060. Untuk mencapai angka ini, Indonesia membutuhkan dukungan pendanaan dari negara maju. Hal ini diungkapkan Jokowi dalam World Climate Action Summit COP28 dalam sesi National Statement di Dubai, Uni Emirat Arab, pada Jumat (1/12/2023).
Jokowi menyatakan bahwa semua upaya tersebut membutuhkan pembiayaan besar, yang tidak mampu dilakukan oleh negara berkembang secara sendiri. Oleh karena itu, Indonesia mengundang kolaborasi dari mitra bilateral, investasi swasta, dan dukungan negara sahabat. Saat ini, Indonesia memiliki platform pembiayaan inovatif yang kredibel, seperti bursa karbon, mekanisme transisi energi, sukuk dan obligasi hijau, serta dana lingkungan hidup.
Presiden Jokowi juga berpesan kepada bank pembangunan dunia seperti National Development Bank (NDB) untuk meningkatkan kemampuan pendanaan transisi energi dengan bunga rendah. Tujuannya adalah agar target Persetujuan Paris dan Net Zero Emisi dapat tercapai.
Dalam kesempatan itu, Jokowi menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen kuat untuk mencapai net zero emisi pada tahun 2060 atau bahkan lebih awal, sambil menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta menurunkan ketimpangan yang terus-menerus. Dalam hal perbaikan pengelolaan Hutan dan Penggunaan Lahan Lainnya (FOLU), Indonesia terus memperluas lahan hutan mangrove dan merehabilitasi hutan.
Disamping itu, Jokowi juga menyinggung keberhasilan dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Cirata, Jawa Barat dengan kapasitas 192 MW, hasil kerja sama dengan Uni Emirat Arab.
Keberhasilan Indonesia terlihat dari penurunan emisi karbon antara tahun 2020 – 2022 yang mencapai 42%, melebihi rencana bisnis sebagaimana biasa pada tahun 2015. Melalui langkah-langkah nyata, Indonesia berharap dapat terus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menghasilkan dampak nyata dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.